Kisah Doa Seorang Jururawat
Ada seorang jururawat, ketika berlutut untuk bedoa, ia selalu mengunci kedua tangannya dengan rapat. Dengan demikian, ia selalu akan mengingat bagan doanya, sebagai berikut :
Jari Jempol
Berdoa untuk orang yang paling sekat dengan kita, misalnya keluarga, sahabat, dll.
Jari Telunjuk
Berdoa untuk orang yang selalu memberi petunjuk kepada kita, misalnya atasan, guru, dosen, dll.
Jari Tengah
Berdoa untuk orang yang memimpin kita, misalnya pendeta, pemimpin bangsa, dll.
Jari Manis
Berdoa untuk orang-orang yang kurang diperhitungkan, misalnya narapidana, pengemis, gelandangan, dll.
Jari Kelingking
Berdoa untuk diri sendiri, untuk keperluan pribadi selalu berada pada urutan terakhir.
Bagi kita yang selama ini memulai dan menutup doa hanya untuk diri sendiri, marilah kita membuka wawasan untuk ,elihat, bahwa masih banyak hal yang harus kita bawa dalam doa secara pribadi di hadapan Tuhan.
Harapan Tiga Orang Sahabat
3 orang sahabat lama bertemu & bersantai di bawah pohon rindang. Yang seorang adalah pejabat pemerintah, yang satunya lagi adalah mahaguru di sebuah universitas, & yang satu adalah seorang petani sederhana. Ketiga sahabat itu begitu asyik menceritakan angan-angan tentang apa yang mereka miliki. Pejabat pemerintah berkata bahwa ia menginginkan sebuah cangkir porselin yang di dalamnya selalu tersedia the yang enak & ia ingin memiliki kuda putih yang dapat membawanya berkeliling daerah untuk melihat orang-orang yang diperintahnya. Mahaguru berkata bahwa ia ingin sepasang mata yang tidak pernah rusak & segudang buku-buku bagus yang dapat dibaca kapan saja. Si petani sederhana berkata bahwa ia tidak menginginkan sesuatu yang muluk-muluk. Ia menginginkan agar ketika ia bangun pagi hari, matahari masih terbit, hujan turun pada musimnya, sungai masih mengalir & burung-burung masih berkicau.
Lama sesudah itu, suatu malam terjadi gempa bumi yang begitu hebat di daerah mereka. Gempa bumi itu telah menghancurkan impian pejabat pemerintah tentang cangkir porselin & kudanya karena lemari yang berisi cangkir porselin mahal telah hancur berantakan. Begitu pula kuda kesayangannya mati tertimpa tembok yang runtuh. Hal yang sama juga dialami sang mahaguru. Semua bukunya terbakar sekibat gempa yang menyebabkan korsleting pada kabel listrik sehingga terjadi kebakaran, & lebih parah lagi mahaguru tersebut mati karena terpanggang api. Namun, apa yang diharapkan petani tsb sama sekali tidak terganggu. Ia tetap menikmati matahari terbit di pagi hari, hujan turun pada musimnya, air sungai tetap mengalir & burung-burung masih berkicau dengan indahnya.
Kita boleh memimpikan sesuatu yang besar yang akan kita capai bersama dengan Allah. Tapi jangan pernah lupa mensyukuri kejadian-kejadian sederhana yang kita alami setiap hari, sebagai pemberian Allah yang besar. Harapan yang terlalu muluk yang sifatnya duniawi bisa membuat kita kecewa ketika harapan itu hancur & menyebabkan seseorang tidak bias menikmati indahnya karunia Tuhan di kehidupan ini karena seluruh pikiran & kekuatannya akan ditujukan pada apa yang diimpikannya. Mengalirlah bersama Tuhan, syukuri setiap karunia kehidupan yang sederhana & biarkan Tuhan membawa kita mencapai perkara-perkara besar besamaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar